Laboratorium Pembaca Black Box Milik KNKT
Tak banyak yang tahu Indonesia sudah mempunyai laboratorium untuk
membaca black box sendiri sejak tahun 2009. Di sinilah Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) tekun bekerja menguak misteri dalam
kotak hitam atau black box pesawat. Seperti apa?
Detikcom
pada Selasa (15/5/2012) siang berkunjung ke laboratorium KNKT di kantor
KNKT, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Ruangan itu memiliki
luas 4 x 8 meter yang terbagi menjadi dua ruangan dengan partisi dinding
kaca.
Masing-masingnya dipenuhi layar-layar monitor. Ruangan itu
terdapat beberapa monitor-monitor yang dipenuhi grafik-grafik yang
dinamis.
Laboratorium ini sudah diresmikan pada 17 Agustus 2009
lalu, bertepatan dengan HUT RI yang ke-64. Saat itu KNKT masih di bawah
Kemenhub yang dipimpin Jusman Syafii Djamal.
Dalam laboratorium
ada dua alat baca yang sesuai dengan jenis black box yang terdiri dari
pembaca flight data recorder (FDR) dan pembaca cockpit voice recorder
(CVR).
"Alat ini ada yang beli sendiri dari Kanada dan ada yang
bantuan dan hasil kerjasama dengan Jepang," jelas Nugroho Budi,
investigator dan analis kotak hitam di KNKT kepada detikcom.
Berdasarkan data detikcom,
FDR didatangkan dari Kanada, sedangkan CVR dibeli di Australia.
Pengadaan alat software itu memakan dana sebesar US$ 250 ribu. Sementara
hardware-nya berasal dari hibah negara Jepang seharga US$ 300.000.
Sedangkan untuk peningkatan kapasitas operatornya, imbuh Budi, Australia menjadi tempat pendidikannya.
"Jadi
skill untuk operatornya. Kebetulan saya pernah dapat pelatihan di
Amerika tahun 1988. Sementara Ajeng sama Andre itu Australia. Saya ke
Australia juga. Jadi lulusan Australia semuanya," jelas dia.
Hingga
saat ini, baru ada 4 personel yang berkemampuan membaca dan menganalis
kotak hitam pesawat. "Di sini ada 4 personel di laboraturium ini. Tadi
Mas Pungki, saya (Budi), Andreas, lalu Mbak Diah," tutur Budi.
Personel
yang 4 orang itu, menurut Budi, sudah terbilang lumayan. Saat awal-awal
laboratorium berdiri dulu, Budi bekerja sendirian menganalisis black
box.
"Ya kami sekarang agak ringan ya.Tahun pertama hanya saya
sendiri, tahun kedua ada Andre lalu Ajeng. Kita maksimalkan yang ada.
Kalau pembagian tugasnya, Pungki lebih ke manajemen laboraturium dan
CVR, Pak Andre di CVR dan komputer, Ajeng dan saya di analisis," jelas
Budi.
Selama ini, KNKT mengacu pada Annex 13 International Civil
Aviation Organization (ICAO) ada 3 tingkatan insiden, yakni incident,
serious incident dan accident. Accident adalah status kecelakaan
tertinggi yang memakan korban jiwa. KNKT bisa menginvestigasi bila
pesawat itu mengalami serious incident dan accident.
Berapa lama sih membaca black box?
"Kalau
download datanya paling satu jam. Tapi yang lama adalah analisisnya.
Tidak bisa dipatok karena harus seteliti mungkin. Tergantung kerumitan
pesawat juga, kan pesawat juga macam-macam. Ada yang sederhana, ada yang
modern. Kalau makin modern akan lebih banyak parameter yang direkam dan
harus dibaca. Tapi ada standar pada dasarnya," tutur Budi.
Seperti
diketahui, tim Kopassus sudah menemukan black box Sukhoi Superjet 100
di Gunung Salak. Benda tersebut ditemukan di ketinggian 100 meter di
atas ekor pesawat. Kondisi black box dalam keadaan berwarna hitam gosong
karena terbakar.